Gambar Animasi Bergerak Senyum

Rabu, 24 Oktober 2018

makalah fisioterapi kasus fraktur serta tehnik komunikasI



MAKALAH FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR YANG BERKAITAN DENGAN KONSEP SERTA TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK



DOSEN PENGAMPU                       : FLORENTINA KUSYANTI,SST.,M.KES
DISUSUN OLEH KELOMPOK 2      :
1.      LINDA PRATAMA SYAIFUDDIN    (18170002)
2.      EGA ASRI KUSUMAWATI              (18170007)
3.      SINTA RONA YANI                          (18170009)
4.      DUKHI ARUM PURNOMO             (18170017)
5.      FAIZAL AHCMAD FAIDILLAH        (18170015)
6.      MARIA KEVIN MOI                         (18170012)



PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN DIII-FISIOTERAPI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
                                                           T.A 2018/2019











KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas berkat rahmat dan hidayahnya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami kelompok 2 dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin. Makalah ini kami buat sesuai dengan hasil yang telah kami  dapati serta diskusi secara besama-sama.  
Tak lupa pula kami mengucapkan banyak terima kasih ibu dosen ibu Florentina Kusyanti yang telah memberikan serta membimbing kami dalam proses belajar. Semoga ilmu yang kami dapat sangat bermanfaat bagi kita semua.
            Adanya makalah ini memang masih banyak kekurangannya namun kami berharap, semoga ibu/bapak serta pembaca lainnya dapat bertambah wawasan dan pengetahuan tenteang kasus fraktur dan konsep tehnik komunikasi. Namun makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh karena itu kelompok 2 sangat membutuhkan kritik dan saran dari ibu dan bapak dosen demi menyempurnakan makalah ini. Kurang dan lebihnya kami mengucapkan banyak Terima kasih.
Wassalamualaikum.wr.wb






YOGYAKARTA, 01 OKTOBER 2018
            PENYUSUN


            KELOMPOK 02



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhDN1nIwFtwUCnx8ZAxemJKVPqdT_ArVgpRKHd_PhTKYmWu2pGQylX8ffA7wSrlVV5S9ZdN_mAP_hDaWsrj2CJKq31YId21vBFv75446iUX3cte7i2GNy6cdM39RpHdcgOiZOPeG3uIuEBu/s1600/gfnj.jpg

DAFTAR ISI
1.1            KATA PENGANTAR....................................................
1.     BAB I PENDAHULUAN.................................................
2.     Latar Belakang................................................
3.     Rumusan Masalah.........................................
4.     Tujuan...........................................................
1.2            BAB II LANDASAN TEORI............................................
1.     Pengertian komunikasi.................................
2.     Unsur-unsur komunikasi
3.     Komunikasi efektif.......................................
4.     Hambatan dalam berkomunikasi.............................
5.     Komunikasi antar profesi dengan pasien....................
1.3            BAB III PEMBAHASAN DAN LAPORAN KHUSUS .......................................
1.     Proses fisioterapi.....................................
2.     Diagnosa fisioterapi................................
A.     Defenisi
B.     Etiologi
C.     Patologi
D.     Therapy
1.4            BAB IV...................................................................
1.     Pembahasan..................................................
2.     Kesimpulan....................................................


  



                                                            BAB I PENDAHULUAN

2.     Latar belakang
            Kesehatan adalah bagian dari kebutuhan manusia yang sangat mendasar dan disamping itu disetiap individu berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi dirinya sevara maksimal.
Kerangka tubuh manusia terdiri dari susunan berbagai macam tulang yang satu sama lainnya saling berhubungan, terdiri dari: Tulang kepala: 8 buah; Tulang kerangka dada: 25 buah; Tulang wajah: 14 buah; Tulang belakang dan pinggul: 26 buah; Tulang telinga dalam: 6 buah; Tulang lengan: 64 buah dan Tulang lidah: 1 buah Tulang kaki: 62 buah.
Fungsi kerangka antara lain:
-        menahan seluruh bagian-bagian tubuh agar tidak rubuh
-        melindungi alat tubuh yang halus seperti otak, jantung, dan paru-paru
-        tempat melekatnya otot-otot
-        untuk pergerakan tubuh dengan perantaraan otot
-        tempat pembuatan sel-sel darah terutama sel darah merah
-        memberikan bentuk pada bangunan tubuh buah
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur. Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363).
Peran tenaga fisioterapi pada kasus fraktur yaitu dapat mengetahui rasa sakit atau nyeri, peningkatan lingkup gerak sendi, penurunan bengkak, peningkatan otot serta melakukan terapi-terapi latihan lainnya.  langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi
                                                                                                                             







3.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Fraktur?
2.      Etiologi Fraktur?
3.      Anatomi Fisiologi Fraktur?
4.      Patofisiologi Fraktur?
5.      Pathway?
6.      Manifestasi Klinis?
7.      Pemeriksaan Penunjang?

4.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian fraktur.
2.      Mengetahui etiologi fraktur.
3.      Mengetahui anatomi fisiologi fraktur.
4.      Mengetahui patofisiologi fraktur.
5.      Mengetahui pathway fraktur.
6.      Mengetahui manifestasi klinis.
7.      Mengetahui pemeriksaan penunjang.

















BAB II
LANDASAN TEORI

1.      Pengertian  komunikasi
Istilah komunikasi berasal dari kata Latin Communicare atau Communis yang berarti sama atau menjadikan milik bersama. Jika kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi miliknya. Beberapa definisi komunikasi adalah:
a.    Komunikasi adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi.
b.    Komunikasi adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau informasi tentang pikiran atau perasaaan.
c.    Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain.
d.   Komunikasi adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain (Schram,W).
e.    Komunikasi adalah penyampaian dan memahami pesan dari satu orang kepada orang lain,komunikasi merupakan proses sosial.

2.      Unsur unsur komunikasi
Unsur unsur yang terlibat dalam proses komunikasi adalah :
1)                 Sender (komunikator), yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.
2)                 Encoding(penyandian), yaitu proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambing.
3)              Message (pesan), merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.
4)                 Media(Saluran), yaitu tempat berlalunya pesan dari komunikator ke komunikan.
5)                 Decoding(pengawasandian), yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna pada lambing yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
6)                 Receiver yakni komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
7)                 Respons (tanggapan), yaitu seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterpa pesan.
8)                 Feedback(umpan balik), yaitu tanggapan komunikan apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.
9)                 Noise, yaitu gangguan yang tidak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.

Agar komunikasi efektif, proses penyandian oleh komunikator harus bertauan dengan proses pengawasandian oleh komunikan. Wilbur Schramm melihat pesan sebagai tanda esensial yang harus dikenal oleh komunikan. Komunikator akan dapat menyandi dan komunikan akan dapat mengawasandi hanya dalam istilah- istilah pengalaman yang dimiliki masing-masing. Dalam teori komunikasi dikenal istilah empaty, yang berarti kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan orang lain. Jadi, meskipun antara komunikator dengan komunikan terdapat perbedaan dalam kedudukan, jenis pekerjaan, agama, suku, bangsa, tingkat pendidikan, ideologi, dan lain-lain, jika komunikator bersikap empatik, komunikasi tidak akan gagal. Komunikasi efektif harus direncanakan dengan memperhatikan situasi, waktu, tempat dan pendengarnya.

3.      Komunikasi efektif
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu. Yaitu
1.  komunikasi adalah berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
2.    Komunikasi adalah  berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.

4.      Hambatan dalam berkomunikasi biasanya meliputi :
a.    Gangguan teknik
b.    Gangguan semantik
c.    Gangguan psikologis
d.  Rintangan fisik
e.    Rintangan status
f.     Rintangan buday
5.      Komunikasi antar profesi dengan pasien
1. Komunikasi efektif fisioterapi dan pasien
a.    Tahap pengkajian
Merupakan tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh petugas registrasi dan fisioterapis untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses fisioterapi pada tahap selanjtnya.
b.    Tahap perumusan diagnosa
Diagnosa dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian perumusan diagnosa fisioterapi merupakan hasil penilaian FISIOTERAPI dengan melibatkan pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah yang dialami pasien. Diagnosa fisioterapi yang tepat memerlukan sikap komunikatif FISIOTERAPI dam sikap  kooperatif oasien.
c.    Tahap perencanaan
Pengembangan perencanaan tindakan fisioterapi kepada pasien diperlukan interaksi dan komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative rencana FISIOTERAPI yang akan diterapkan.

d.   Tahap pelaksanaan
Merupakan realisasi dari perencanaan yang telah diterapkan terlebih dahulu. Aktifikasi ini memerlukan keterampilan dalam komunikasi dengan pasien. Terdapat dua kategori umum aktifitas FISIOTERAPI dalam berkomunikasi yaitu saat mendekati  pasien  untuk memenuhi kebutuhan dan saat pasien mengalami maslaah psikologi.






                         




             BAB III. POKOK PEMBAHASAN DAN LAPORAN KHUSUS


LAPORAN KHUSUS
A.    Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat kecelakaan, terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2003). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005).

B.     Etiologi
1.      Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2.      Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.
3.      Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis
4.      Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.





C.     Anatomi Fisiologi Fraktur
1.      Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, Tulang   dapat   diklasifikasikan   dalam   lima   kelompok   berdasarkan   bentuknya :
a.       Tulang panjang (Femur, Humerus)  terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
b.      Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang padat.
c.       Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d.      Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan tulang pendek.Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna  Howship (cekungan pada permukaan tulang).
2.      Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a.       Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b.       Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru paru) dan jaringan lunak.
c.       Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
d.      Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).
e.       Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

D.    Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
    1.      Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
     2.      Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

E.    Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut:

    Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
    Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat melekatnya otot.
    Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
    Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
    Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.



Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan mengalami cedera pada daerah tersebut.

G.    Pemeriksaan Penunjang
1.      X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang yang cedera.
2.      Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3.      Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4.      CCT kalau banyak kerusakan otot.
5.      Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.

H.       Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

1.      Pengumpulan Data
a.       Anamnesa
1)      Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

2)        Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:



a)     Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b)      Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c)      Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d)     Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e)      Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

3)      Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
4)      Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5)      Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik
6)      Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7)      Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a)      Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak
b)      Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c)      Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
d)     Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain
e)      Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.



f)       Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
g)      Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
h)      Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya
i)        Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
j)          Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien

b.      Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1)      Gambaran Umum
Perlu menyebutkan:
a)      Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(1)   Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2)   Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(3)   Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
b)      Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
(1)         Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2)         Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
(3)         Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(4)         Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
(5)   Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
(6)Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(7)         Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8)         Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(9)         Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10)     Paru
(a)    Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
(b)   Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c)    Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d)   Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
(11)     Jantung
(a)    Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.

(b)   Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
(c)    Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12)     Abdomen
(a)    Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
(b)   Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c)    Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d)   Auskultasi
Peristaltik usus normal  20 kali/menit.
(13)     Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2)      Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutamamengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler  5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a)      Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1)   Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi).
(2)   Cape au lait spot (birth mark).
(3)   Fistulae.
(4)   Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(5)   Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(6)   Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(7)   Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b)      Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.


Yang perlu dicatat adalah:
(1)   Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time  Normal > 3 detik
(2)   Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
(3)   Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau  permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c)      Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

2.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi  kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1)      Bayangan jaringan lunak.
2)      Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
3)      Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4)      Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:


1)     Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

2)      Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3)      Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4)      Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b.      Pemeriksaan Laboratorium
1)      Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
2)      Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3)      Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

c.       Pemeriksaan lain-lain
1)       Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2)       Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3)       Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4)        Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5)       Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6)       MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.











PEMBAHASAN

Komunikasi yang terjalin antara pasien dan tenaga kesehatan sudah terbilang efektif,
Karena Sikap dan perilaku fisioterapis dalam berkomunikasi menggunakan komunikasi asertif. komunikasi asertif yaitu berbicara secara terbuka dan jelas, jujur, tepat dalam bersikap dan tetap ada umpan balik terhadap pasien bahkan Fisioterapi itu sendiri. Fisioterapi selalu menanyakan perkembangan pasien setelah diberikkan tindakan terapi sebelumnya, dan Fisioterapi tetap memberikan masukan untuk dilakukan oleh pasien atau wali pasien pada saat di rumah

KESIMPULAN

Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. Tulang itu bagian tubuh yang paling keras, tetapi tidak berarti tulang itu tahan banting.

Saran
  Patah tulang bisa terjadi pada siapa saja. Patah tulang juga dapat menggangu aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, kami sebagai penulis ingin menghimbau bagi semua para pembaca agar selalu merawat dan menjaga tulang kita. Kita bisa menggerakan tubuh kita bergerak bebas serta melakukan fungsi didalam tubuh.


Demikianlah makalah yang saya buat semoga dapat bermanfaat bagi ibu/bapak dan pembaca. Dapat menambah wawasan bagi semua orang yang membaca makalah ini. Dan saya sebagai penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kata dan kalimat yang tidak jelas,mengerti,lugas mohon jangan dimasukan kedalam hati. Sekian penutup dari saya semoga berkenan dihati dan saya ucapkan Terima kasih yang sebesar-besarnya.


DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito, LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

fisioterapi dan tukang pijat

Fisioterapi, Apa Bedanya dengan Tukang Pijat? Menjadi seorang fisioterapis adalah menjadi tenaga kesehatan yang rumit. Bukan men...