MAKALAH FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR YANG BERKAITAN DENGAN KONSEP
SERTA TEHNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK

DOSEN PENGAMPU : FLORENTINA
KUSYANTI,SST.,M.KES
DISUSUN OLEH KELOMPOK
2 :
1. LINDA PRATAMA SYAIFUDDIN (18170002)
2. EGA ASRI KUSUMAWATI (18170007)
3. SINTA RONA YANI (18170009)
4. DUKHI ARUM PURNOMO (18170017)
5. FAIZAL AHCMAD FAIDILLAH (18170015)
6. MARIA KEVIN MOI (18170012)
PROGRAM STUDI ILMU
KESEHATAN DIII-FISIOTERAPI UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
wr.wb
Dengan
mengucapkan puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa atas berkat rahmat dan
hidayahnya terutama nikmat kesehatan dan kesempatan sehingga kami kelompok 2 dapat
menyelesaikan makalah ini dengan sebaik mungkin. Makalah ini kami buat sesuai
dengan hasil yang telah kami dapati
serta diskusi secara besama-sama.
Tak lupa
pula kami mengucapkan banyak terima kasih ibu dosen ibu Florentina Kusyanti
yang telah memberikan serta membimbing kami dalam proses belajar. Semoga ilmu
yang kami dapat sangat bermanfaat bagi kita semua.
Adanya makalah ini memang masih
banyak kekurangannya namun kami berharap, semoga ibu/bapak serta pembaca
lainnya dapat bertambah wawasan dan pengetahuan tenteang kasus fraktur dan
konsep tehnik komunikasi. Namun makalah ini masih jauh dari kata sempurna oleh
karena itu kelompok 2 sangat membutuhkan kritik dan saran dari ibu dan bapak
dosen demi menyempurnakan makalah ini. Kurang dan lebihnya kami mengucapkan
banyak Terima kasih.
Wassalamualaikum.wr.wb
YOGYAKARTA, 01 OKTOBER 2018
PENYUSUN
KELOMPOK 02

DAFTAR ISI
1.1
KATA
PENGANTAR....................................................
1. BAB I
PENDAHULUAN.................................................
2. Latar
Belakang................................................
3. Rumusan
Masalah.........................................
4. Tujuan...........................................................
1.2
BAB
II LANDASAN TEORI............................................
1. Pengertian
komunikasi.................................
2. Unsur-unsur komunikasi
3. Komunikasi
efektif.......................................
4. Hambatan dalam
berkomunikasi.............................
5. Komunikasi antar profesi dengan
pasien....................
1.3
BAB
III PEMBAHASAN DAN LAPORAN KHUSUS .......................................
1. Proses
fisioterapi.....................................
2. Diagnosa
fisioterapi................................
A. Defenisi
B. Etiologi
C. Patologi
D. Therapy
1.4
BAB
IV...................................................................
1. Pembahasan..................................................
2. Kesimpulan....................................................
BAB I PENDAHULUAN
2.
Latar belakang
Kesehatan adalah bagian dari
kebutuhan manusia yang sangat mendasar dan disamping itu disetiap individu
berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi dirinya sevara maksimal.
Kerangka
tubuh manusia terdiri dari susunan berbagai macam tulang yang satu sama lainnya
saling berhubungan, terdiri dari: Tulang kepala: 8 buah; Tulang kerangka dada:
25 buah; Tulang wajah: 14 buah; Tulang belakang dan pinggul: 26 buah; Tulang
telinga dalam: 6 buah; Tulang lengan: 64 buah dan Tulang lidah: 1 buah Tulang
kaki: 62 buah.
Fungsi
kerangka antara lain:
-
menahan
seluruh bagian-bagian tubuh agar tidak rubuh
-
melindungi
alat tubuh yang halus seperti otak, jantung, dan paru-paru
-
tempat
melekatnya otot-otot
-
untuk
pergerakan tubuh dengan perantaraan otot
-
tempat
pembuatan sel-sel darah terutama sel darah merah
-
memberikan
bentuk pada bangunan tubuh buah
Negara
Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi menuju
industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat
/mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi peningkatan penggunaan
alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang
tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus
lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya
kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan
cidera tulang atau disebut fraktur. Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
Penanganan
segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur
adalah fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan
tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya
oleh akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan
dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363).
Peran tenaga
fisioterapi pada kasus fraktur yaitu dapat mengetahui rasa sakit atau nyeri,
peningkatan lingkup gerak sendi, penurunan bengkak, peningkatan otot serta
melakukan terapi-terapi latihan lainnya. langsung kepada klien yang mengalami fraktur,
sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi
3.
Rumusan Masalah
1. Pengertian Fraktur?
2. Etiologi Fraktur?
3. Anatomi Fisiologi Fraktur?
4. Patofisiologi Fraktur?
5. Pathway?
6. Manifestasi Klinis?
7. Pemeriksaan Penunjang?
4. Tujuan
1. Mengetahui pengertian
fraktur.
2. Mengetahui etiologi fraktur.
3. Mengetahui anatomi fisiologi
fraktur.
4. Mengetahui patofisiologi
fraktur.
5. Mengetahui pathway fraktur.
6. Mengetahui manifestasi
klinis.
7. Mengetahui pemeriksaan penunjang.
BAB II
LANDASAN
TEORI
1.
Pengertian komunikasi
Istilah
komunikasi berasal dari kata Latin Communicare
atau Communis yang berarti sama atau
menjadikan milik bersama. Jika kita berkomunikasi dengan orang lain, berarti
kita berusaha agar apa yang disampaikan kepada orang lain tersebut menjadi
miliknya. Beberapa definisi komunikasi adalah:
a.
Komunikasi
adalah kegiatan pengoperan lambang yang mengandung arti/makna yang perlu
dipahami bersama oleh pihak yang terlibat dalam kegiatan komunikasi.
b.
Komunikasi
adalah kegiatan perilaku atau kegiatan penyampaian pesan atau informasi
tentang pikiran atau perasaaan.
c.
Komunikasi
adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang
lain.
d.
Komunikasi
adalah berusaha untuk mengadakan persamaan dengan orang lain (Schram,W).
e.
Komunikasi
adalah penyampaian dan memahami pesan dari satu orang kepada orang lain,komunikasi
merupakan proses sosial.
2.
Unsur unsur komunikasi
Unsur unsur yang
terlibat dalam proses komunikasi adalah :
1)
Sender (komunikator), yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.
2)
Encoding(penyandian), yaitu proses pengalihan
pikiran kedalam bentuk lambing.
3) Message (pesan),
merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.
4)
Media(Saluran), yaitu tempat berlalunya pesan
dari komunikator ke komunikan.
5)
Decoding(pengawasandian), yaitu proses dimana
komunikan menetapkan makna pada lambing yang disampaikan oleh komunikator
kepadanya.
6)
Receiver yakni komunikan yang menerima pesan dari komunikator.
7)
Respons (tanggapan), yaitu seperangkat reaksi
pada komunikan setelah diterpa pesan.
8)
Feedback(umpan balik), yaitu tanggapan komunikan
apabila tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator.
9)
Noise, yaitu gangguan yang tidak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi
sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
Agar komunikasi efektif, proses penyandian oleh komunikator harus bertauan
dengan proses pengawasandian oleh komunikan. Wilbur Schramm melihat pesan
sebagai tanda esensial yang harus dikenal oleh komunikan. Komunikator akan
dapat menyandi dan komunikan akan dapat mengawasandi hanya dalam istilah- istilah
pengalaman yang dimiliki masing-masing.
Dalam teori komunikasi dikenal istilah empaty, yang berarti kemampuan memproyeksikan diri kepada peranan orang lain.
Jadi, meskipun antara komunikator dengan komunikan terdapat perbedaan dalam
kedudukan, jenis pekerjaan, agama, suku, bangsa, tingkat pendidikan, ideologi,
dan lain-lain, jika komunikator bersikap empatik, komunikasi tidak akan gagal.
Komunikasi efektif harus direncanakan dengan memperhatikan situasi, waktu,
tempat dan pendengarnya.
3.
Komunikasi efektif
Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti sebagaimana
dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan
oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu. Yaitu
1. komunikasi adalah berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis,
termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala.
2. Komunikasi adalah berdasarkan apa yang
dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu merupakan pengalaman
unik. Di sini termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang
menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya.
4.
Hambatan dalam berkomunikasi
biasanya meliputi :
a.
Gangguan
teknik
b.
Gangguan
semantik
c.
Gangguan
psikologis
d. Rintangan fisik
e.
Rintangan
status
f.
Rintangan
buday
5.
Komunikasi antar profesi dengan
pasien
1. Komunikasi
efektif fisioterapi dan pasien
a.
Tahap
pengkajian
Merupakan
tahap awal proses pelayanan di rumah sakit yang dilakukan oleh petugas
registrasi dan fisioterapis untuk mengumpulkan data pasien. Data tersebut
diperlukan sebagai dasar pelaksanaan proses fisioterapi pada tahap selanjtnya.
b.
Tahap
perumusan diagnosa
Diagnosa
dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh dari tahap pengkajian perumusan
diagnosa fisioterapi merupakan hasil penilaian FISIOTERAPI dengan melibatkan
pasien dan keluarganya, tenaga kesehatan lain yang berkenaan dengan masalah
yang dialami pasien. Diagnosa fisioterapi yang tepat memerlukan sikap
komunikatif FISIOTERAPI dam sikap
kooperatif oasien.
c.
Tahap
perencanaan
Pengembangan
perencanaan tindakan fisioterapi kepada pasien diperlukan interaksi dan
komunikasi dengan pasien. Hal ini untuk menentukan alternative rencana
FISIOTERAPI yang akan diterapkan.
d.
Tahap
pelaksanaan
Merupakan
realisasi dari perencanaan yang telah diterapkan terlebih dahulu. Aktifikasi
ini memerlukan keterampilan dalam komunikasi dengan pasien. Terdapat dua
kategori umum aktifitas FISIOTERAPI dalam berkomunikasi yaitu saat
mendekati pasien untuk memenuhi kebutuhan dan saat pasien
mengalami maslaah psikologi.
BAB III. POKOK PEMBAHASAN DAN LAPORAN KHUSUS
LAPORAN
KHUSUS
A. Definisi
Fraktur
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai dengan
luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh
darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001). Fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika
tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur
dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan
bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2002).
Fraktur
adalah patahnya tulang, yang biasanya dialami hewan kecil akibat kecelakaan,
terjatuh dan luka (Bleby & Bishop, 2003). Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2005).
B. Etiologi
1. Trauma langsung/ direct trauma
Yaitu
apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
(misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma
Misalnya
penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan
terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya
penyakit yang mendasari dan hal ini disebut dengan fraktur patologis
4. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang
akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat berupa pemuntiran,
penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
C. Anatomi
Fisiologi Fraktur
1. Anatomi Tulang
Tulang
terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler. Tulang berasal dari
embrionic hyaline cartilage yang mana melalui proses “Osteogenesis” menjadi
tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel yang disebut “Osteoblast”. Proses
mengerasnya tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206 tulang dalam tubuh
manusia, Tulang dapat diklasifikasikan dalam
lima kelompok berdasarkan
bentuknya :
a. Tulang panjang (Femur, Humerus) terdiri dari batang tebal panjang yang
disebut diafisis dan dua ujung yang disebut epifisis. Di sebelah proksimal dari
epifisis terdapat metafisis. Di antara epifisis dan metafisis terdapat daerah
tulang rawan yang tumbuh, yang disebut lempeng epifisis atau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasi tulang rawan di lempeng
epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel tulang yang dihasilkan oleh
osteoblas, dan tulang memanjang. Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang
padat. Epifisis dibentuk dari spongi bone (cancellous atau trabecular). Pada
akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis berfusi, dan
tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan, estrogen, dan testosteron
merangsang pertumbuhan tulang panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron,
merangsang fusi lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga
yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak
teratur dan inti dari cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang
yang padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri
atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata)
sama seperti dengan tulang pendek.Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang
terletak di sekitar tulang yang berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh
tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang
tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis dasar-osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam
pembentukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas
98% kolagen dan 2% subtansi dasar (glukosaminoglikan, asam polisakarida) dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam mineral anorganik
ditimbun. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak dalam osteon (unit matriks tulang ). Osteoklas adalah sel
multinuclear ( berinti banyak) yang berperan dalam penghancuran, resorpsi dan
remosdeling tulang.
Osteon
merupakan unik fungsional mikroskopis tulang dewasa. Ditengah osteon terdapat
kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut merupakan matriks tulang yang dinamakan
lamella. Didalam lamella terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui
prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan
dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang
diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat dinamakan periosteum. Periosteum
memberi nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat
perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah, dan
limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblast, yang
merupakan sel pembentuk tulang.
Endosteum
adalah membran vaskuler tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan
rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast , yang melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship (cekungan pada permukaan tulang).
2. Fisiologi Tulang
Fungsi
tulang adalah sebagai berikut :
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan
bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya
jantung, otak, dan paru paru) dan jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang
berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam
sum-sum tulang belakang (hema topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya
kalsium, fosfor.
D.
Patofisiologi
Tulang
bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan.
Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah
yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
Faktor-faktor
yang mempengaruhi fraktur
1.
Faktor Ekstrinsik
Adanya
tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2.
Faktor Intrinsik
Beberapa
sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
E.
Manifestasi Klinis
Manifestasi
klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ektremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan
secara rinci sebagai berikut:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya
sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian
tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara alamiah (gerakan luar
biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang
tempat melekatnya otot.
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan
tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5
sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan,
teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan
jaringan lunak yang lebih berat.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada
kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
Tidak semua
tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap fraktur. Kebanyakan justru tidak
ada pada fraktur linear atau fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan
saling terdesak satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala,
tanda fisik, dan pemeriksaan sinar-x pasien. Biasanya pasien mengeluhkan
mengalami cedera pada daerah tersebut.
G.
Pemeriksaan Penunjang
1. X.Ray dilakukan untuk melihat bentuk
patahan atau keadaan tulang yang cedera.
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada
kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
5. Pemeriksaan Darah Lengkap
Lekosit
turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb, hematokrit sering rendah
akibat perdarahan, Laju Endap Darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan
lunak sangat luas, Pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, traumaa
otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal. Profil koagulasi: perubahan
dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi multiple, atau cederah hati.
H.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu
diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga
dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses
keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi
nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya
keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut
atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a)
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri
yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region : radiation, relief: apakah rasa
sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa
sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa
nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung,
kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan
data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu
dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang
terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada
pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk
berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di
kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit
keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan
secara genetik
6) Riwayat Psikososial
Merupakan
respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup
Sehat
Pada kasus
fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien
fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti
kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar
matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan
mobilitas klien.
c) Pola Eliminasi
Untuk kasus
fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu
perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien
fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan
pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur
serta penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas
Karena
timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi
berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain
yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain
e) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan
kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus
menjalani rawat inap.
f) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang
timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image)
g) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien
fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada
indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur
h) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada
klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus
menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami
klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak,
lama perkawinannya
i) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien
fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien
bisa tidak efektif.
j) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien
fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama
frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien
b. Pemeriksaan Fisik
Dibagi
menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya
memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu
menyebutkan:
a) Keadaan umum: baik atau buruknya yang
dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
(1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma,
gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
(2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik,
ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
(3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada
gangguan baik fungsi maupun bentuk.
b) Secara sistemik dari kepala sampai
kelamin
(1) Sistem Integumen
Terdapat
erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
(2) Kepala
Tidak ada
gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri
kepala.
(3) Leher
Tidak ada
gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
(4) Muka
Wajah
terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak
ada lesi, simetris, tak oedema.
(5) Mata
Terdapat
gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan)
(6)Telinga
Tes bisik
atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
(7) Hidung
Tidak ada
deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
(8) Mulut dan Faring
Tak ada
pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
(9) Thoraks
Tak ada
pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
(10) Paru
(a) Inspeksi
Pernafasan
meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang
berhubungan dengan paru.
(b) Palpasi
Pergerakan
sama atau simetris, fermitus raba sama.
(c) Perkusi
Suara ketok
sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
(d) Auskultasi
Suara nafas
normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
(11) Jantung
(a) Inspeksi
Tidak tampak
iktus jantung.
(b) Palpasi
Nadi
meningkat, iktus tidak teraba.
(c) Auskultasi
Suara S1 dan
S2 tunggal, tak ada mur-mur.
(12) Abdomen
(a) Inspeksi
Bentuk
datar, simetris, tidak ada hernia.
(b) Palpasi
Tugor baik,
tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
(c) Perkusi
Suara
thympani, ada pantulan gelombang cairan.
(d) Auskultasi
Peristaltik
usus normal 20 kali/menit.
(13) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada
hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2) Keadaan Lokal
Harus
diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutamamengenai status
neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia,
Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan
apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami
maupun buatan seperti bekas operasi).
(2) Cape au lait spot (birth mark).
(3) Fistulae.
(4) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hyperpigmentasi.
(5) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan
hal-hal yang tidak biasa (abnormal).
(6) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas
(deformitas)
(7) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar
periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu
akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang
memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.
Yang perlu
dicatat adalah:
(1) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan
kelembaban kulit. Capillary refill time Normal > 3 detik
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat
fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian.
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat
letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Otot: tonus
pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau
melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila
ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau
permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah
melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas
dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup
gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai
dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai
penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar
rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral.
Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari
bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya
dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat
reaksi periosteum atau biomekanik atau juga rotasi.
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur
sendi.
Selain foto
polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1)
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan
kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang
saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan
jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan
potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang
yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat
pada tahap penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan
tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase,
Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan
test sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya
pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan
konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy:
didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini
didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan
akibat fraktur.
PEMBAHASAN
Komunikasi
yang terjalin antara pasien dan tenaga kesehatan sudah terbilang efektif,
Karena Sikap dan perilaku
fisioterapis dalam berkomunikasi menggunakan komunikasi asertif. komunikasi
asertif yaitu berbicara secara terbuka dan jelas, jujur, tepat dalam bersikap
dan tetap ada umpan balik terhadap pasien bahkan Fisioterapi itu sendiri. Fisioterapi
selalu menanyakan perkembangan pasien setelah diberikkan tindakan terapi
sebelumnya, dan Fisioterapi tetap memberikan masukan untuk dilakukan oleh
pasien atau wali pasien pada saat di rumah
KESIMPULAN
Kesimpulan
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang, yang biasanya disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan
otot, rupture tendon, kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan
ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai
stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya. Tulang itu bagian tubuh yang paling keras, tetapi
tidak berarti tulang itu tahan banting.
Saran
Patah tulang bisa terjadi pada siapa saja. Patah
tulang juga dapat menggangu aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu, kami
sebagai penulis ingin menghimbau bagi semua para pembaca agar selalu merawat
dan menjaga tulang kita. Kita bisa menggerakan tubuh kita bergerak bebas serta
melakukan fungsi didalam tubuh.
Demikianlah
makalah yang saya buat semoga dapat bermanfaat bagi ibu/bapak dan pembaca.
Dapat menambah wawasan bagi semua orang yang membaca makalah ini. Dan saya
sebagai penulis mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan kata dan
kalimat yang tidak jelas,mengerti,lugas mohon jangan dimasukan kedalam hati. Sekian
penutup dari saya semoga berkenan dihati dan saya ucapkan Terima kasih yang
sebesar-besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner,
Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Carpenito,
LJ. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 . Jakarta: EGC
Doengoes,
M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Ircham
Machfoedz, 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat Kerja, atau di
Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M.,
et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A
dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey,
C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition.
New Jersey: Upper Saddle River
Santosa,
Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer,
S.C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar